Pages - Menu

Minggu, 13 November 2016

Analisis Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik Novel Ronggeng Paruk



Analisis
Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik
Novel Ronggeng Dukuh Paruk



Oleh :
Nama : Rosi Dayanti
Nim : 16017014
Kelas : B



SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
1. Unsur Intrinsik
1.       Tema
Tema dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” yaitu “Kasih Tak Sampai”. Mengapa “Kasih Tak Sampai”? karena cerita dalam novel tersebut bercerita tentang harapan ronggeng Srintil untuk dapat hidup bersama dengan lelaki yang sangat dicintai dan didambakan sejak kecil, karena dia memang teman bermainnya, yaitu Rasus. Namun Rasus tidak mau menerima ajakan Srintil untuk menikah, karena bagi Rasus, Ronggeng adalah milik masyarakat, milik orang banyak, dan milik semua orang. Maka Rasus merasa akan sangat egois jika harus menikahi Srintil. Meskipun sebenarnya hati Rasus sangat sakit ketika harus mengatakan hal itu kepada Srintil. Srintilpun sebenarnya tahu perasaan Rasus, bahwa dia masih sangat mencintainya. Namun Rasus tidak mau mengakuinya dan lebih memilih pergi meninggalkan Srintil, neneknya yang sudah tua, dan Dukuh Paruk.

2.       Alur
Alur yang diguna Alur atau jalannya cerita dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” menggunakan alur maju yang disertai dengan “flash back” atau kembali ( mundur ) kemasa lalu, baik yang dialami oleh tokoh utama atau pemeran lainya. Dalam cerita ini yakni ditengah-tengah cerita pengarang menceritakan kembali masa lalu yang sempat dialami oleh pemeran cerita. Seperti menceritakan kembali terjadinya peristiwa tempe bongrek sebelas tahun yang lalu atau semasa bayinya Srintil, yakni :
Orang-orang Dukuh Paruk pulang kerumah masing-masing. Mereka, baik lelaki maupun perempuan, membawa kenangan yang dalam. Malam itu kenangan atas Srintil meliputi semua orang Dukuh Paruk. Penampilan Srintil malam itu mengingatkan kembali bencana yang menimpa Dukuh Paruk sebelas tahun yang lalu........Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujab lebat…”.

3.       Latar
·         Latar Tempat :
a.       Dukuh Paruk. “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang seketurunan…”.
b.      Ladang/ Kebun “ditepi kampung, tiga anak sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong. Yakni Rasus, Darsun dan Warta…”.
c.       Dibawah pohon nangka. “dipelataran yang membatu dibawah pohon nangka,...Srintil menari dan bertembang. Gendang, gong dan calung mulut mengiringinya..”.
d.      Rumah Nyai Kartareja. “di dalam rumah. Nyai Kartareja sedang merias Srintil. Tubuhnya yang kecil dan masih lurus tertutup kain sampai ke dada …”.
e.       Perkuburan. “rombongan bergerak menuju perkuburan dukuh paruk. Kartareja berjalan paling depan membawa pedupan….”.
f.       Pasar Dawuan. “Perkenalanku dengan pedagang singkong di pasar memungkinkan aku mendapat upah…”.
g.      Di Markas Tentara. “pada hari pertama menjadi tobang, banyak hal baru yang kurasakan…”
h.      Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam hal ini aku kecewa karena tiga orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal berburu…”.
i.        Rumah Sakarya.”kulihat dua orang perampok tetap tinggal diluar rumah, satu dibelakang dan lainya dihalaman…..Sakarya yang terkejut langsung mengerti…”.
j.        Rumah Nenek “selagi orang-orang Dukuh Paruk mengerumuni rumah Kartareja, aku duduk berdekatan dengan Srintil di beranda rumah neneku sendiri”.
k.      Rumah Sakum “Sakum tak terusik oleh hiruk pikuk anak-anaknya, jemarinya terus bekerja..…Sakum berhenti mendadak ketika Srintil melangkah mendekatinya ”.
l.        Rumah Tarimpanas udara mulai reda ketika Marsusi diterima oleh Kakek Tarim….”.
m.    Lapangan bola deka kantor Kecamatan.” Malam itu semangat kota kecil dawuan berpusat dilapangan sepak bola dekat kantor Kecamatan. Sebuah panggung lebar…..”
n.      Di Alaswangkal “hampir setengah hari ketika rombonhan dari Dukuh Paruk memasuki kampung Alaswangkal. Pemukiman penduduk…”.
o.      Kantor Polisi “dikantor itu ternyata bukan hanya polisi, melainkan tentara juga ada disana mereka segera mengenal siapa yang sedang melangkah…”
p.      Di Penjara/ Tahanan “ Saya Prajurit Dua Rasus. Saya ingin berjumpa Komandan kompleks tahanan ini secara pribadi…”.
q.      Di Sawahdi tengah sawah, seratus meter diSebelah barat dukuh paruk.Bajus memimpin..”
r.        Di Pantai “sampai dipantai Bajus memilih tempat yang agak terpencil buat memarkir jipnya…”
s.       Di Vila “...Bajus membelokan mobilnya ke halaman sebuah vila mungil yang ternyata kemudian sudah disewanya….”
t.        Rumah Sakit “…ketegangan yang meliputi hatiku hanpir berakhir ketika becak berhenti di gerbang rumah sakit tentara….”
·         Latar Waktu :
a.    Sore hari “ ketiganya patuh. Ceria dibawah pohon nangka itu sampai matahari menyentuh garis cakrawala.” (Tohari,Ahmad, 2008:7)
b.  Malam hari “ jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk yang keluar halaman...” (Tohari,Ahmad, 2008:7)
c.   Pagi hari “ menjelang fajar tiba, kudengar burung sikakat mencecet si rumpun aur di belakang rumah.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)

·         Latar Suasana :
1.      Tenang, tentram
“Sakarya merasa hawa dingin bertiup di kuduknya. Suara hiruk-pikuk bergalau dalam telinga. Dan tiba-tiba Sakarya terkejut oleh sinar menyilaukan yang masuk matanya. Matahari pagi muncul di balik awan. “Ah, boleh jadi benar, kematianku sudah dekat,” gumam Sakarya. Aneh, Sakarya merasakan ketentraman dalam hati setelah bergumam demikian.”
2.      Gembira, bangga, bahagia
“Kegembiraan itu lahir dan berkembang dari Dukuh Paruk. Berita cepat tersiar bahwa pada malam perayaan Agustusan nanti Srintil akan kembali meronggeng. Kurang dua hari lagi, tetapi sudah banyak orang bersiap-siap. Anka-anak mulai bertanya tentang  uang jajan kepada orangtua mereka. Para pedagang, dari pedagang toko sampai pedagang pecel bersiap dengan modal tambahan. Juga tukang lotre putar yang selalu menggunakan kesempatan ketika banyak orang berhimpun.”
3.      Tegang, genting
“Kenapa Jenganten?”
“Pusing, Nyai, pusing! Oh, hk. Napasku sesak. Dadaku sesak!”
Nyai Kartareja merangkul Srintil. Dia langsung mengerti masalahnya genting karena Srintil tidak lagi menguasai berat badannya sendiri.

4.      Tokoh dan Penokohan
1.      Rasus : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani
Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan emak ingin pulang ke Dukuh Paruk.” (Tohari,Ahmad, 2008:49)
Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap Dukuh Paruk......” (Tohari,Ahmad, 2008:47)
Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum juga muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku” (Tohari,Ahmad, 2008:61)
2.   Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa
Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok hari Rasus dan dua orang temannya akan bersedia kembali bermain bersama.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ ......., Srintil mulai menari. Matanya setengah terpeja. Sakarya yang berdiri di samping Kartsreja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng.” (Tohari,Ahmad, 2008:10)
Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku, menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (Tohari,Ahmad, 2008:38)
Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai berceloteh tentang bayi, tentang perkawinan.” (Tohari,Ahmad, 2008:53)

3.      Dursun : bersahabat
Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
4.     Warta : bersahabat, perhatian dan penghibur
Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)
Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh cemburu. Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya menjadi sia-sia.” (Tohari,Ahmad, 2008:37)
“Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada yang salah pada diriku. Aku terharu. Suaramu memang bisa membuat siapa pun merasa begitu terharu.” (Tohari,Ahmad, 2008:37)
5.      Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega
Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang bersinar redup. Sakarya, kamitua di pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi.” (Tohari,Ahmad, 2008:8)
Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “kamu si tua bangka dengan cara memperdagangkan Srintil.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)
6.      Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk
Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh Roh Ki Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....” (Tohari,Ahmad, 2008:27)
7.      Kartareja dan Nyai Kartareja : mistis, egois
Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal disembunykan oleh Nyai Kartareja terhadap siapa pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil.” (Tohari,Ahmad, 2008:9)
“Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar, laki-laki itu memberi aba-aba....” (Tohari,Ahmad, 2008:26)
8.      Sakum : hebat
Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata seksama pagelaran ronggeng.” (Tohari,Ahmad, 2008:9)
9.      Nenek Rasus : linglung
Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua nenekku. Kurus dan makin bungkuk. Kasian, Nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia.” (Tohari,Ahmad, 2008:62)
10.  Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala
Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski Santayiborang yang paling akhir pergi tidur, namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....” (Tohari,Ahmad, 2008:12)
Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongrek yang kalian katakan beracun. Dasar kalian semua, asu buntung! Aku tetap segar bugar meski perutku penuh tempe bingrek. Kalian mau mampus, mampuslah! Jangan katakan tempeku mengandung racun......” (Tohari,Ahmad, 2008:15)
11.  Istri Santayib : Keibuan, prihatin
Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia tahu aku harus melayani sampean setiap pagi.” (Tohari,Ahmad, 2008:12)
Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang. Bersama siapakah nanti anak kita, kang?” (Tohari,Ahmad, 2008:16)
12.  Dower : mengusahakan segala macam cara
Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru ada dua buah perak. Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh seringgit emas.” (Tohari,Ahmad, 2008:34)
“Aku datang lagi kek. Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau mau menerimanya.” (Tohari,Ahmad, 2008:41)
13.  Sulam : penjudi dan berandal, sombong
Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal “ Dia juga kenal siapa Sulam adanya; anak seorang lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda, Sulam dikenal sebagai penjudi dan berandal.” (Tohari,Ahmad, 2008:42)
Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali engkau belum mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi kerbau seperti anak pecikalan ini.” (Tohari,Ahmad, 2008:42)
14.  Siti : alim
Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia marah karena kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke arah Rasus) (Tohari,Ahmad, 2008:50)
15.  Sersan Slamet    : penyuruh, tegas
Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta barang lainnya diangkat ke atas pundak dan kubawa ke sebuah rumah....” (Tohari,Ahmad, 2008:54)
Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan ketegasan dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet tegas (Tohari,Ahmad, 2008:55)
16.  Kopral Pujo : penakut
Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak lebih berani daripada aku......” (Tohari,Ahmad, 2008:60)
17. Tampi : penyayang, sabar.
Bukti bahwa Tampi penyayang dan sabar :
 “Bagaimana Srin?” tanya Tampi setelah melangkahi pintu bilik. “Ini kubawakan untukmu pisang raja yang matang pohon. Wangi sekali,”
18. Masusi. Jahat, hidung belang, pendendam.
Bukti :
“ Dan Marsusi terkejut ketika sadar dirinya kini berada hanya beberapa jengkal dari Dilam. Dan dia berada dalam bilik itu, terus terang dalam rangka tujuan yang sama. Bila Dilam telah mencelakakan pemilik ladang yang telah meracuni kerbaunya, maka Marsusi akan membuat celaka seorang anak Dukuh Paruk yang telah mempermalukannya, menampik hajatnya. Pandangan mata Marsusi baur. Terbayang oleh Srintil memegang dada sambil terbatuk mengeluarkan darah segar. Ada beling dan paku-paku berhamburan dari mulutnya. Matanya terbeliak mengerikan. Kemudian terbayang keranda diusung menuju pekuburan diiringi tangis semua warga Dukuh Paruk. Marsusi menggeleng-gelengkan kepala. Menelan ludah dan membunuh rokoknya di lantai. Seperti halnya Dilam, pada saat itu pun Marsusui ingin segera pulang. Tetapi bayangan Srintil ketika menampiknya kelihatan lagi di depan mata. Urat-urat pipinya menggumpal. Pada saat itu terdengar suara dari dalam. Kakaek Tarim memamnggilnya.”
19.Diding. Kacung Tamir yang tunduk dan patuh pada majikan demi uang yangakan di bawanya pulang untuk anak istrinya.
Bukti :
“Pak, malam ini aku tidak ikut pulang ke penginapan. Aku dan Diding.”
“He? Mengapa aku?” sela Diding.
“Sudahlah, nanti uang makanku buat kamu.”
“Kamu tidak ikut krmbsli ke Eling-eling?”
“Satu malam saja, Pak. Ah, malah saya bisa bekerja gasik besok pagi. Percayalah, Pak.”
“Mau ke Dukuh Paruk, kan? Bajul cilik kamu!”
“He...he...he.”    

20. Tamir. Laki-laki hidung belang yang datang dari kota Jakarta dalam pekerjaannya pengukuran   tanah untuk pembuatan jalan di Dukuh Paruk Pecikalan. Dia seorang laki-laki petualang perempuan yang patah hati oleh Srintil.
Bukti :
“Pada hari ke tiga ketika Bajus dan teman-temannya sedang berada di sebuah warung minuman di Dawuan, Tamir membuat pengakuan segar.
“Siapa yang percaya padaku ketika kemarin aku pergi ke Dukuh Paruk hendak buang haja?”
“Bajingan! Jadi apa perlumu kesana? Menemui perempuan itu?” tanya Bajus.
“Jangan marah dulu, Pak. Pokoknya aku memperoleh ilmu penting. Aku tahu namanya : Srintil.”
“Srintil? Nama yang aneh.”
“Tak apa, kan? Yang penting bagaimana  orangnya.”
“Lalu?”
“Dia tidak punya suami. Ini!”
Semua diam, seakan cerita yang keluar dari mulut Tamir memerlukan kekhususan buat memahaminya. Dan Tamir cengar-cengir.

21. Bajus. Bujang tua yang baik kepada Srintil namun jauh dari perkiraan. Srintil sempat akan dijadikannya umpan demi proyek tendernya lolos.
Bukti :
“Ya, andaikan benar dia tidak bersuami, lalu kamu mau apa?” sela Diding.
“Ah, berita apapun memang tak penting bagimu kecuali berita pembayaran gaji. Namun siapa tahu Pak Bjus menyukai keteranganku. Siapa tahu, Pak.”
“Hus! Aku memang perjaka lapuk. Aku memang tertua diantara kalian. Namun mestinya tidak harus menjadi sasaran untuk celoteh semacam ini.”

22. Darman. Aparat kepolisian yang membantu maksud dan tujuan Marsusi kepada Srintil demi satu truk kayu bakar.
Bukti :
“Begini, Mas Darman. Aku memerlukan sedikit keterangan tentang Srintil,” kata Marsusui dengan suara rendah.
“Srintil?” tanya Darman. Kepalanya condong ke depan dan matanya membulat.
“Betul, Mas. Sampai kapankah kiranya Srintil dikenai wajib lapor?”
“Wah, nanti dulu. Mengapa sampean bertanya tentang Srintil?”
“Terus terang, ini berhubungan dengan keadaanku yang sudah menjadi dada.”
“Ah, ya. Lalu mengapa Srintil?”
Kata-kata Darman terputus dan berlanjut dalam hatinya; selagi semua orang bekerja keras menghapus jejak koneksitas dengan orang-orang yang terlibat peristiwa 1965, mengapa Marsusi berbuat sebaliknya?”
“Mas Darman, sesungguhnya aku malu terus terang. Tetapi bagaimana ya, aku benar-benar tidak bisa melupakannya.”
“Baik Pak Marsusi. Asal sampean camkan, situasinya bisa berkekmbang demikian rupa sehingga dapat menyulitkan diriku.”
“Oh, aku sadar betul, Mas Darman. Akan ku jaga sekuat tenaga agar segala kaibat tindakanku, akulah yang menanggung, aku seorang. Sekarang katakan, kapan kiranya Srintil bebas dari waib melapor.”

23. Pak Blengur. Bos besar pemegang tender pembuatan jalan, jembatan dan gedung bupati (majikan Bajus). Lelaki petualang cinta dari satu perempuan ke perempuan lainya namun terketuk hati dan kesadarannya karena Srintil.
Bukti :
“Ternyata rapat  berlangsung tidak hanya dua jam saja. Bajus berdiri dan melongok ke dalam. Dilihatnya Blengur sedang berbincang sambil berdiri dengan seorang pejabat penting yang berkantor di Eling-eling. Tak sabar, Bajus masuk. Dengan kesopanan seorang kacung diambilnya tas dari tangan Blengur, lalu berdiri menunggu. Keduanya kemudian keluar.
“Kok mereka pulang, Pak,” taya Bajus ketika melihat banyak mobil keluar meninggalkan hotel. “Sudah tak ada acara lagi?”
‘Tidak ada. Bupati tidak menghendaki ada pesta. Wah, kebetulan. Aku pun tak menghendaki pesta. Aku hanya ingin beristirahat.”
“Kita bisa ngomong-ngomong sebenyar di sini, Pak?”
“Soal apa?”
“Biasa, Pak. Kepada siapa lagi kalau bukan pada Bapak saya minta pekerjaan. Nah, ini bagaimana Pak?”
Blengur memperhatikan dua foto yang baru diserahkan kepadanya oleh Bajus. Kepalanya miringk ke kiri dan ke kanan, seakan lupa benda yang dipegangnya hanya berdimensi dua. Perempuan dalam foto ini langsung menjebak dengan kesan yang kuat.”
24. Lurah Pecikalan (kepala desa). Bijaksana dan peduli akan penduduknya.
Bukti:
“Lurah pecikalan yang tua dan kuno sesungguhnya merasa malu bila da priyayi proyek seperti Bajus masuk ke tengah kemelaratan Dukuh Paruk. Tentang kemelaratan di pedukuhan terpencil itu secara resmi bisa dihubungkan dengan kemampuannya sebagai kepala desa. Maka tanpa mengingat Dukuh Paruk yang waktu dihubungkan dengan keberingasan orang-orang komunis, Lurah Pecikalan menyetujui keinginan Srintil yang disampaikan lewat Kartareja. Bahkan lurah tua itu memberi keterangan tentang beberapa orang yang hendak menjual rumah. Mereka adalah para penerima uang ganti rugi tanah dan bermaksud membangun rumah baru yang permanen.”
5.       Gaya Bahasa
Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang membingungkan, karena terdapat bahasa jawa dan mantra-mantra jawa.
Misalnya :
Uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka negndi,
Teka saba tanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya putuku, Srintil
6.       Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama seperti adanya kata “aku” dan sudut pandang pengganti orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar cerita. Bukti pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga adalah seperti adanya kata “ dia dan –nya” dan menyebutkan nama tokoh secara langsung.
7.       Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Pesan lain mungkin juga seperti jangan menyia-nyiakan orang yang telah sepenuh hati mencintai kita, karena belum tentu suatu saat nanti kita dapat menemukan orang yang mencintai kita seperti itu.
Dan adat bagaimanapun tetap harus berlaku dalam kehidupan yang meyakininya, karena jika memang suatu daerah mempercayai adat yang berlaku, maka harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Karena pada setiap keyakinan pasti ada suatu hal yang akan terjadi jika suatu adat kebiasaan tidak dilaksanakan. Serta jangan gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam masa depanmu!

2. Unsur Ekstrinsik
a.       Keagamaan (relegius)
Dalam novel ini, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karena warga Dukuh Paruk lebih mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal animisme lainnya
b.      Kebudayaan
Dalam  novel ini, banyak terdapat unsur kebudayaan seperti: menari, menyanyi sambil nyawer, memberikan sesaji kepada nenek moyang
c.       Sosial
Dalam  novel ini, unsur sosial kemasyarakatan lebih cenderung ke arah ronggeng. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan antar manusia lebih diutamakan untuk ronggeng karena bagi mereka, adanya sosok ronggeng merupakan kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk
d.      Ekonomi
Dalam  novel ini sering terlihat dalam pergantian judul maupun pergantian bab, yang mana mengggambarkan kemiskinan masyarakat “Dukuh Paruk” yang terletak ditengah-tengah pematang sawah. Penggambaran ini tampak jelas terlihat seperti : digambarkan luasnya ribuan hektar sawah yang mengelilingi desa telah tujuh bulan kering kerontang,…. Sampai anak-anak kecil rela bersusah payah mencabut singkong yang terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah sedikit gambaran keadaan ekonmi yang sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan keadaan itulah yang sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada pembaca.

e.       Latar belakang pengarang
Ahmad Tohari adalah sebuah nama besar dan langka di dalam khasanah kesusastraan Indonesia. Dari karya sastra yang saya baca, nama Ahmad Tohari langgeng dan cepat nempel di kalangan pembaca. Ketika mendengar namanya, maka asosiasi yang muncul dari pengarang ini adalah lokalitas, tema keislaman, dan nilai kehidupan kesederhanaan. Ronggeng Dukuh Paruk adalah salah satu bibel Ahmad Tohari. Dengan hadirnya serangkaian karya Ahmad sebagai juru bicara kesusastraan bertema lokal. Pengetahuan Ahmad Tohari mengenai dunia ronggeng dan filosofinya menegaskan bahwa Ahmad Tohari adalah wakil dari suara orang-orang yang satu daerah asalnya.



49 komentar :

  1. Sangat bermanfaat terima kasih👍

    BalasHapus
  2. Makasih gan ini saya butuh banget soalnya males bikin jadi tinggal nyalin hehe

    BalasHapus
  3. Ini novel versi yg mn? Atau udh keseluruhan ?

    BalasHapus
  4. Ini teh gimana ga bener banget

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Terimakasih,sangat membantu untuk tugasku😄💚

    BalasHapus
  7. Thank You Very Very Very Much💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙

    BalasHapus
  8. Thanks ya min, membantu banget

    BalasHapus
  9. Terima kasih Tulisannya kk, ada jawaban dari bahan tugas nih tuk sekolah
    Novel Ronggeng Dukuh Paruk
    saya suka sekali membaca novel ini

    BalasHapus
  10. Terima kasih banyak
    Dapat tugas eh ketemu sdh lengkap

    BalasHapus
  11. Makasih gan
    Ok slur gasken mang aing mah bebas bosku dattelasso.👌👌👌👌👌👌

    BalasHapus
  12. Thanks a lot sis it'll be very useful

    BalasHapus
  13. Min bisa tambah kan beberapa contoh kalimat yang ada di unsur ekstrinsik nya gak biar lebih lengkap

    BalasHapus

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Popular Posts

Mengenai Saya

Foto saya
Padang, Sumatera Barat, Indonesia
Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Just a Pluviophile | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com